Mbak Naomi Yth,
Saya ibu rumah tangga sekaligus penjahit, dengan empat anak yang manis-manis dan pintar. Suami saya dulunya seorang arsitek dan pelaksana bangunan. Sejak pulang kampung, ia tinggalkan profesinya dan membuka toko kelontong. Selain itu ia juga mengabdikan diri kepada masyarakat dengan menjadi pamong desa.
Namun keberuntungan tidak selalu di pihak kami. Karena ada pesaing, toko kami yang sudah berkembang besar kini jadi mungkret. Suami saya juga hobi beli tanah, sehingga modal usaha kami pun habis. Selain itu, suami saya adalah anak sulung sehingga menjadi tumpuan bagi keluarganya. Seperti belakangan ini, kami mengeluarkan uang tidak sedikit untuk membiayai pernikahan adik bungsunya dan mendaftarkan ibunya menjadi haji.
Meski masih punya aset berupa tanah, saya jadi pusing sendiri mbak. Banyak tanggungan yang mesti kami bayar setiap bulannya. Padahal anak-anak kami sudah semakin beranjak besar dan membutuhkan biaya yang besar. Saya menjadi stress dan kehilangan gairah kerja. Saya terus berfikir, mau dibawa kemana arah perekonomian keluarga kami ini?
Ny. SN – Sragen
Pertama, saya ingin mengajak Anda mensyukuri hidup yang kita miliki. Betapa senangnya dikaruniai empat anak yang semuanya sehat dan pintar. Bukankah ada kebahagiaan tersendiri ketika Anda dapat mendampingi suami mengabdikan diri kepada masyarakat membangun bangsa ini dengan menjadi pamong desa. Cobalah melihat hal-hal positif dari diri Anda dan berterimakasihlah akan semua nikmat yang Anda dapatkan. Banyak keluarga di luar sana yang tertimpa bencana, dan tidak dapat merasakan kenyamanan yang Anda miliki. Ada yang anaknya terjerat narkoba, ada pula yang tidak dapat makan atau sekedar berteduh di rumah. Nah, kalau Anda hanya sedang tertimpa satu masalah saja, apakah menyebabkan Anda stress yang berlarut-larut dan kehilangan gairah hidup?
Penyebab kepusingan Anda sebenarnya hanyalah soal keuangan yang akhirnya membuat masalah semakin kompleks dan menyerempet kemana-mana. Dalam hal ini Anda tidak bisa menyelesaikan sendiri permasalahan ekonomi keluarga tanpa kerjasama dengan suami. Utarakan dengan jelas kesulitan yang Anda alami, jika perlu hitunglah beban dan tanggungan yang Anda miliki secara terperinci. Jika suami paham betul, maka keputusan penyelesaiannya dapat dipilih tanpa mengecewakan dari pihak Anda sendiri maupun suami. Misalnya saja dengan menjual salah satu aset tanah untuk menutup hutang atau mengembangkan usha yang telah ada. Dengan demikian Anda akan lebih bersemangat untuk bekerja. Kalau Anda putus asa tak akan menyelesaikan masalah, namun justru permasalahan yang ada akan semakin runyam.
Soal memabantu keluarga tak ada masalah sepanjang bantuan yang kita berikan sesuai dengan kemampuan kita dan tidak mengada-ada. Selain itu jika salah satu memberikan bantuan kepada keluarganya, harus sepengetahuan pasangannya. Jika kelak terjadi apa-apa tidak saling menuding dan menyalahkan. Salam hangat.
Sabtu, 04 Oktober 2014
Share This To :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar